Demi Terwujudnya Generasi Emas di Tanah Papua Dengan Program SM-3T

Ditulis Oleh : Ita Mustikawati, S.Pd
Guru SM-3T (Angkatan III)  TK-SD Satu Atap SD Inpres Megapura dan TK Tunas Harapan
Kab. Jayawijaya, Papua

“Demi terwujudnya generasi emas Indonesia” itulahsepenggal dari lirik mars SM-3T. Program SM-3T merupakan singkatan dari sarjana mendidik di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Itulah yang sekarang sedang kami lakukan para sarjana di daerah Wamena Jayawijaya yakni demi memujudkan generasi emas penerus bangsa Indonesia. Kami juga rela berada jauh dari keluarga kami tercinta dalam waktu satu tahun. Dan juga rela berada jauh dari keramaian dan fasilitas daerah perkotaan. Jiwa saya sudah terpanggil untuk membantu mencetak generasi emas bangsa tersebut sejak saya masih semester akhir perkuliahan, saya sudah mencari info di internet tentang program SM-3T ini.

Saya dulu mengenyam bangku perkuliahan di Universitas Negeri Malang. Setelah saya berhasil dinyatakan lulus S1 PAUD pada sidang skripsi pada bulan April 2013. Saya segera mempersiapkan diri baik secara fisik, mental maupun persyaratan yang dibutuhkan untuk mengikuti program SM-3T. Yang cukup memerlukan kerja lebih keras adalah ketika saya harus menyakinkan orangtua saya supaya mereka mengizinkan saya mengikuti program ini, yang notabene saya adalah seorang anak perempuan dan anak tunggal di keluarga. Ibu saya sanggat tidak bisa jauh dalam waktu yang lama dari anaknya sekaligus sangat khawatir apabila anaknya nanti mendapat tempat penugasan di daerah tertinggal/ terpencil yang pastinya terdangar seperti tempat yang memprihatinkan dan susah menemukan fasilitas yang mempermudah dalam kehidupan sehari-hari.

Selama kita berusaha dengan keras pasti disitu ada jalan. Itu merupakan kalimat yang sesuai ketika saya berhasil  menyakinkan kedua orangtua saya. Yang semakin membuat saya semakin kuat dan yakin mengikuti program SM-3T ini adalah kedua orangtua saya, mereka mendukung penuh serta selalu mendoakan setiap tahapan yang saya jalani dari perlengkapan persyaratan, proses seleksi, prakondisi, ke tempat penugasan, dan sampai saat ini pula.

Saya merasa senang sekali setelah berhasil lolos seleksi berkas, ujian online, serta wawancara. Saya mendaftar melalui LPTK UM sehingga serangkaian seleksi saya jalani di almamater tercinta yang berada di jalan Semarang Kota Malang tersebut. Pengumuman tempat prokondisi yang ditunggu tunggu telah keluar, dan saya adalah sebagian dari 300 peserta yang mendapatkan tempat prakondisi di Pangkalan Angkatan Laut (LANAL) Malang. Prakondisi adalah  tahapan yang harus dijalani peserta sebelum diterjun ke daerah sasaran yang dimaksudkan untuk membekali kesiapanan peserta sekaligus seleksi kesiapan fisik dan mental. Prakondisi ini dilaksanakan selama 12 hari yaitu mulai tanggal 4-15 September 2013 yang meliputi kegiatan akademik dan non akademik.

Disela-sela padatnya kegiatan prakondisi yang dimulai dari dini hari pukul 04.00 WIB hingga petang hari pukul 23.00 WIB saya bersyukur sekali saya masih bisa mengikuti prosesi wisuda pada tanggal 14 September di Graha Cakrawala UM. Tidak sedikit teman-teman seperjuangan PAUD yang sama-sama lolos seleksi dipindahkan ke LPTK lain saat prakondisi, sehingga mereka merelakan tidak mengikuti rangkaian prosesi wisuda karena waktunya yang bersamaan dan jarak tempuh tepat prakondisi dengan UM yang jauh, padahal wisuda merupakan hal yang ditunggu-tunggu oleh sebagian besar mahasiswa setelah berkelut dengan skripsi.
Pembekalan Materi Saat Pra Kondisi

Benar-benar di ujung rangkaian prakondisi LPTK UM bersama LANAL Malang, mereka baru mengumumkan tempat tugas. Berbeda denga LPTK lainnya seperti LPTK UNJ dan UPI yang mengumumkan hari kedua prakondisi atau LPTK UNMUL yang sebelum prakondisi sudah di umumkan daerah penempatannya.  Saya berlari mengitari lapangan LANAL untuk ingin cepat melihat daftar nama dan penempatannya yang sudah ditempel di masing-masing sudut, ternyata saya ditempatkan di Jayawijaya Papua. Saat itu saya merasa lega karena bisa memberi kabar kepada keluarga yang sudah lebih cemas daripada saya menunggu pengumuman tempat penugasan. Sekaligus pasrah karena saya belum cukup banyak gambaran tentang bagaimana kondisi Jayawijaya.
Kegiatan Pra Kondisi Latihan Karate Bersama

Prakondisi telah selesai, tepat tanggal 16 september 2013 saya dan teman-teman diberangkatkan ke daerah sasaran. Sore hari kami berangkat dari LANAL naik bus menuju bandara Juanda Surabaya, dengan Merpati kami terbang menuju bandara Sentani (Jayapura) dan sempat transit di dua bandara yaitu Hasanudin Makasar dan kepulauan biak. Kami sampai di Jayapura siang hari tanggal 17 september 2013. Satu malam kami menginap di Sentani, kemudian kami melanjutkan perjalanan dengan Trigana Air ke Jayawijaya.

Tanggal 18 September 2013 pertama kali saya menginjakkan kaki di Wamena. Baru datang  kami langsung disuguhi pemandangan alam yang begitu indah, gunung-gunung yang menjulang tinggi. Sekaligus sebagai syok terapi juga saya melihat kondisi bandara wamena yang alakadarnya, karena memang beberapa tahun yang lalu mengalami kebakaran dan belum sempat membangun gedung lagi. Orang-orang berkulit hitam, berambut keriting, bahkan ada yang tidak memakai baju, hanya memakai koteka mengerumuni kami. Saya hanya bisa diam seribu bahasa ini karena ini nyata, dulu yang hanya bisa saya lihat di televisi ternyata memang benar-benar ada. Ada teman saya yang iseng mengajak mereka berfoto, mereka dengan senang hati langsung bergaya, tetapi setelah selesai foto langsung mereka bilang 20. Ternyata itu artinya mereka minta uang Rp 20.000,00 sebagai upah berfoto. Syok masih berlanjut ketika kami tinggal dipenginapan selama beberapa hari sebelum disebar ke daerah sasaran. Dimulai dari situ kami harus menyesuikan diri mandi dan mencuci dengan kondisi air yang agak berwarna kuning. Begitulah memang kondisi Wamena saya harus segera beradaptasi.

Kami diterima dengan baik oleh Dinas Pendidikan dan sempat apel pagi bersama Bupati Jayawijaya. Tanggal 23 saya dan teman-teman menuju daerah penempatan kerja, saya di tempatkan di TK-SD Satu Atap SD Inpres Megapura dan TK Tunas Harapan yang terdapat di Distrik Assolokobal. Jaraknya dari kota wamena sekitar 5 km. Saya tinggal di lingkungan SMPN 3 Wamena di Megapura yang berjarak 350 m dari sekolah saya bertugas. Biasa saya berangkat kesekolah dengan jalan kaki atau naik sepeda. Saya tinggal tepatnya di ruang UKS yang tidak digunakan lagi bersama 5  teman SM-3T 3 dari LPTK UNMUL & 2 dari UM. Tidak ada dibenak saya saya akan tinggal di sebuah sekolahan, suasana sekolahan dimalam hari pasti terlihat menyeramkan sekali, banyak cerita mistis yang membuat hati saya menciut. Tetapi setelah di wamena ini tidak ada istilah takut dengan sesuatu yang berbau mistis, kami lebih takut kepada orang jahat dan mabuk. Disini, tempat kami tinggal sangat rawan akan pencuri dan pemabuk. Beberapa waktu yang lalu rumah kami sempat dibobol pencuri, dan sering kali anak muda yang bermabuk-mabukan di sekolah ini dan usil mengganggu kami. Tetapi seiring waktu berjalan kami sudah terbiasa dan bisa mengantisipasi keadaan seperti itu. Kami disini juga mempunyai seorang anak angkat, orang pribumi yang selalu menemani kami.

Pertama kali saya datang ke sekolah TK-SD Satu Atap SD Inpres Megapura dan TK Tunas Harapan saya diterima dengan baik oleh kepala sekolah dan para staf guru. Sekolahnya cukup bagus dengan ada 1 gedung baru tetapi belum digunakan. Saya bersama satu teman SM-3T juga diamanatkan untuk mengajar di kelas TK. Kelas TK disini hanya ada  satu kelas saja dengan jumlah murid 29 anak. Kondisi anak-anak TK ini sangat memprihatinkan, mereka menggunakan pakaian seragam SD yang sudah lusuh, tidak bersepatu, sedikit yang membawa tas noken (tas khas papua) dan alat tulis. Mereka juga sepertinya setelah bangun tidur langsung pakai seragam dan pergi kesekolah, karena tidak sedikit muka yang masih kotor dan ingus kemana-mana. Niat saya  mendedikasikan diri untuk membagi ilmu dan khususnya membuat mereka terbiasa menjaga kebersihan dan bisa sejahtera di kemudian hari semakin besar melihat kondisi yang memprihatinkan tersebut.

Dengan jumlah murid sekian banyaknya hanya 7 anak yang hadir ketika saya pertama kali masuk kelas. Hari kedua sudah semakin baik dengan 12 anak, dan sepertinya anak-anak ini tau kalau ada ibu guru baru yang datang jauh-jauh dari jawa hari berikutnya bisa mencapai 16 anak. Tetapi itu tidak pasti setiap harinya, usut punya usut hilang munculnya anak-anak ini dalam absen ternyata memang sudah menjadi kebiasaan anak di daerah Assolokobal ini. Sekolah di daerah ini memang belum menjadi kebutuhan selain itu orang tua juga kurang menyadari akan pentingnya pendidikan bagi anak. Kebanyakan orangtua selalu sibuk bekerja saja. Untuk mengatasi hal tersebut yang saya lakukan sementara ini adalah berusaha menciptakan kegiatan pembelajaran yang menarik dengan suasana yang menyenangkan untuk setiap hari tak jemu-jemu memotivasi anak-anak ini supaya rajin masuk sekolah.

Banyak hal lain juga yang sangat memprihatinkan dari masyarakat disini yaitu ketika mereka mau mandi, mencuci baju dan mencuci piring harus pergi kesungai, menimba air untuk minum mengambil air sungai atau menapung air hujan kemudian memasak dengan kayu. Anak-anak harus berjalan jauh untuk pergi kesekolah melewati ladang dan menyeberangi sungai, sampai disekolah baju kotor dan basah merupakan hal yang sudah biasa. Assolokobal ini menjadi satu cermin bagi saya bahwa betapa beruntungnya kita yang hidup dengan kemudahan dan kemapanan dikota sana.

Saya sangat menikmati pekerjaan saya ini, senyuman anak-anak TK dan SD yang masih polos dan tulus ini membuat saya tidak terasa bahwa ternyata sudah salama enam bulan berada di Wamena ini. SM-3T ini membuka cakrawala pikiran saya bahwa Indonesia ini luas dan kaya dan sejauh apapun kita melangkah kita harus tetap berbagi terhadap sesama. “Indonesia telah banyak memberikan kebaikan kepada saya, tetapi saya belum pernah memberikan apapun kepada Indonesia. Semoga ini menjadi kado kecil saya untuk Indonesia”.

Selama di Papua Saya juga tidak mensia-siakan setiap momen yang terlihat dengan mengabadikan beberapa foto, karena dengan cara itu suatu hari nanti bisa mengingatkan perjuangan yang telah dilakukan di Tanah Panpua.

Brikut ini foto-foto di Jaya WIjaya Papua :

 Pintu Gerbang TK-SD Satu Atap SD Inpres Megapura dan TK Tunas Harapan Kab. Jayawijaya, Papua
TK-SD Satu Atap SD Inpres Megapura dan TK Tunas Harapan 
Kab. Jayawijaya, Papua
Bersama murit-murit TK-SD Satu Atap SD Inpres Megapura dan TK Tunas Harapan Kab. Jayawijaya, Papua
Kumpul Bersama-Sama Dengan Teman-Teman SM-3T Jayawijaya
Kantor Bupati Jayawijaya








Share this article

2 comments:

  1. Smgat trus..kmjuan bangsa dpundakmu..mju indonesia..

    ReplyDelete
  2. Maju Indonesia, maju guruku dan muritku !

    ReplyDelete