Thursday, July 3, 2014

Asal Usul Tarian Caci

Diceritakan, pada jaman dahulu hiduplah seorang kakak bersama adiknya di sebuah kawasan di Manggarai. Keduanya merupakan anak yatim piatu, namun mereka memiliki satu ekor kerbau (ka'ba).

Suatu ketika, kakak dan adik ini berjalan-jalan di hutan sambil mengembalakan kerbau. Dan saat jalan-jalan itu, sang adik tanpa sengaja terperosok ke dalam sebuah lubang. Sang adik pun langsung berteriak minta tolong pada sang kakak, dan saat yang bersamaan sang kakak pun langsung berusaha menolong sang adik.

Cara yang dilakukan adalah mencari tali untuk membantu mengeluarkan sang adik dari dalam lubang. Upaya itu tidak berhasil karena sang adik selalu gagal dikeluarkan dari dalam lubang karena tali tidak bisa dijangkau oleh sang adik. Saat berusaha menolong sang adik, sang kakak mengatakan asa nana? (sudah?) dan sang adik menjawab toe di (belum).

Karena kecintaan yang begitu besar pada sang adik, sang kakak kemudian rela menyembeli kerbau satu- satunya milik mereka. Ekor kerbau kemudian dijadikan tali untuk mengeluarkan sang adik. Upaya ini berhasil mengeluarkan sang adik dari lubang.

Karena rasa bahagia itu, kedua kakak beradik ini kemudian momotong kerbau. Daging kerbau dimakan, sementara kulit kerbau ini dijadikan perisai.

Sebagai rasa suka cita, kedua kakak beradik ini saling adu ketangkasan memukul dengan tali dari kulit kerbau.

Kulit kerbau tersebut digunakan untuk alas dada (bik/semacam body protector) dan perisai (giliq), tali (larik) yang kemudian digunakan sebagai cambuk serta pelindung kepala (pangga).

Setelah kakak dan adik membuat dan memasang berbagai properti tersebut ke tubuh mereka, keduanya bertarung dengan senang. Selanjutnya tradisi ini diberi nama caci.

Makna cerita ini mempertegas bahwa caci bukanlah tarian atraksi saling unjuk kekuatan atau kecekatan, melainkan tarian yang menggambarkan keakraban dan persaudaraan. Tarian ini menggambar suka cita masyarakat Manggarai.


EmoticonEmoticon