Undang-Udang Kepemilikan Tanah dan UUP Agraria
Beberapa hari yang lalu jagat tanah air dihebohkan dengan pemberitaan bahwa program bagi-bagi kepemilikan sertifikasi tanah yang diberikan presiden Jokowi adalah pengibulan. Tidak main-main, yang melontarkan pernyataan tersebut adalah Amien Rais.
Bapak reformasi ini selalu mengkritik kebijakan pemerintahan Jokowi, semua yang dilakukan pemerintah selalu salah. Menurut Tri Sutrisno mantan wakil presiden RI era Soeharto, Amien Rais adalah penghianat bangsa.
Hanya Amien Rais lah yang mampu menggulingkan Soeharto dan Gusdur. Beliau juga yang mengamandemen UUD 1945 pada saat menjadi ketua MPR periode 1999 - 2004 sehingga UUD yang asli telah kehilangan maknanya.
Pernyataan Amien Rais mengenai pengibulan bagi-bagi sertifikat tanah membuat geram istana. Luhut Binsar Panjaitan menanggapinya dengan mengatakan senior tidak pantas mengatakan begitu tanpa data yang benar.
Berdasarkan permasalahan tersebut membuat ketertarikan Admin untuk membahas undang-undang tentang kepemilikan tanah supaya masyarakat luas mengetahuinya. Kalau dalam masa penjahan kolonial Belanda disebut Agraria.
UU Agraria memastikan bahwa kepemilikan tanah di Jawa tercatat. Tanah penduduk dijamin sementara tanah tak bertuan dalam sewaan dapat diserahkan. UU ini dapat dikatakan mengawali berdirinya sejumlah perusahaan swasta di Hindia Belanda. UU Agraria sering disebut sejalan dengan Undang-Undang Gula 1870, sebab kedua UU itu menimbulkan hasil dan konsekuensi besar atas perekonomian di Jawa.
Ada tiga jenis hak erfpacht:
Bapak reformasi ini selalu mengkritik kebijakan pemerintahan Jokowi, semua yang dilakukan pemerintah selalu salah. Menurut Tri Sutrisno mantan wakil presiden RI era Soeharto, Amien Rais adalah penghianat bangsa.
Hanya Amien Rais lah yang mampu menggulingkan Soeharto dan Gusdur. Beliau juga yang mengamandemen UUD 1945 pada saat menjadi ketua MPR periode 1999 - 2004 sehingga UUD yang asli telah kehilangan maknanya.
Pernyataan Amien Rais mengenai pengibulan bagi-bagi sertifikat tanah membuat geram istana. Luhut Binsar Panjaitan menanggapinya dengan mengatakan senior tidak pantas mengatakan begitu tanpa data yang benar.
Berdasarkan permasalahan tersebut membuat ketertarikan Admin untuk membahas undang-undang tentang kepemilikan tanah supaya masyarakat luas mengetahuinya. Kalau dalam masa penjahan kolonial Belanda disebut Agraria.
#1. UU Agraria 1870 pada Zaman Belanda
Undang-Undang Agraria 1870 (bahasa Belanda: Agrarische Wet 1870) diberlakukan pada tahun 1870 oleh Engelbertus de Waal (menteri jajahan) sebagai reaksi atas kebijakan pemerintah Hindia Belanda di Jawa. Latar belakang dikeluarkannya Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) antara lain karena kesewenangan pemerintah mengambil alih tanah rakyat. Politikus liberal yang saat itu berkuasa di Belanda tidak setuju dengan Tanam Paksa di Jawa dan ingin membantu penduduk Jawa sambil sekaligus keuntungan ekonomi dari tanah jajahan dengan mengizinkan berdirinya sejumlah perusahaan swasta.UU Agraria memastikan bahwa kepemilikan tanah di Jawa tercatat. Tanah penduduk dijamin sementara tanah tak bertuan dalam sewaan dapat diserahkan. UU ini dapat dikatakan mengawali berdirinya sejumlah perusahaan swasta di Hindia Belanda. UU Agraria sering disebut sejalan dengan Undang-Undang Gula 1870, sebab kedua UU itu menimbulkan hasil dan konsekuensi besar atas perekonomian di Jawa.
Tujuan dikeluarkannya UU Agraria 1870
Melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasa dan pemodal asing.- Memberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk Indonesia seperti dari Inggris, Belgia, Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan lain-lain
- Membuka kesempatan kerja kepada penduduk untuk menjadi buruh perkebunan
- Dampak dikeluarkannya UU Agraria antara lain. Perkebunan diperluas, baik di Jawa maupun di luar pulau Jawa. Angkutan laut dimonopoli oleh perusahaan KPM yaitu perusahaan pengangkutan Belanda.
Hak Erfpacht
Isu terpenting dalam UU Agraria 1870 adalah pemberian hak erfpacht, semacam Hak Guna Usaha, yang memungkinkan seseorang menyewa tanah telantar yang telah menjadi milik negara yang selama maksimum 75 tahun sesuai kewenangan yang diberikan hak eigendom (kepemilikan), selain dapat mewariskannya dan menjadikan agunan.Ada tiga jenis hak erfpacht:
- Hak untuk perkebunan dan pertanian besar, maksimum 500 bahu dengan harga sewa maksimum lima florint per bahu;
- Hak untuk perkebunan dan pertanian kecil bagi orang Eropa "miskin" atau perkumpulan sosial di Hindia Belanda, maksimum 25 bahu dengan harga sewa satu florint per bahu (tetapi pada tahun 1908 diperluas menjadi maksimum 500 bahu);
- Hak untuk rumah tetirah dan pekarangannya (estate) seluas maksimum 50 bahu.
#2. Hak Milik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
Hak Milik menurut Pasal 20 Undang-Undang Pokok Agraria adalah:
1. Hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.
2. Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Menurut Pasal 22 UUPA, Hak Milik atas tanah dapat terjadi dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Hak Milik atas tanah yang terjadi menurut Hukum Adat
Hak Milik atas tanah terjadi dengan jalan pembukaan tanah atau pembukaan hutan.
2. Hak Milik atas tanah yang terjadi karena Penetapan Pemerintah
Hak Milik yang terjadi karena adanya Penetapan Pemerintah terhadap tanah yang pada awalnya dikuasai oleh Pemerintah dengan sebelumnya mengajukan permohonan dan memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional.
3. Hak Milik atas tanah yang terjadi karena ketentuan Undang-undang
Hak Milik atas tanah ini terjadi karena adanya ketentuan yang mengatur mengenai pertanahan, setelah berlakunya Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, semua hak atas tanah harus diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang diatur oleh Undang-undang Pokok Agraria termasuk dalam hal ini mengenai Hak Milik.
Berkenaan dengan pemindahan Hak Milik, Undang-undang juga telah mengatur sebagai berikut:
- Jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk pemindahan Hak Milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
- Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan Hak Milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan Pemerintah termasuk dalam Pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
Berdasarkan Pasal 27 Undang Undang Pokok Agraria menetapkan faktor-faktor penyebab hapusnya Hak Milik atas tanah dan tanahnya jatuh kepada Negara, yaitu:
- Karena pencabutan hak berdasarkan ketentuan Pasal 18, untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur oleh Undang-undang
- Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
- Karena diterlantarkan
- Karena subjek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik atas tanah
- Karena peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada pihak lain tidak memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik atas tanah.
- Tanahnya musnah.
Pada dasarnya pemilik tanah berkewajiban menggunakan atau mengusahakan tanahnya sendiri secara aktif. Namun demikian Undang Undang pokok Agraria mengatur bahwa Hak Milik atas tanah dapat digunakan atau diusahakan oleh bukan pemiliknya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 24 Undang Undang Pokok Agraria yaitu penggunaan tanah Hak Milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan peraturan perundangan.
Beberapa bentuk penggunaan atau pengusahaan tanah Hak Milik oleh bukan pemiliknya, yaitu:
- Hak Milik atas tanah dibebani Hak Guna Bangunan
- Hak Milik atas tanah dibebani Hak Pakai
- Hak Sewa untuk Bangunan
- Hak Gadai (Gadai Tanah)
- Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil)
- Hak Menumpang
- Hak Sewa Tanah Pertanian.
Post a Comment for "Undang-Udang Kepemilikan Tanah dan UUP Agraria"