Isi UU Terorisme Tahun 2018 (Lengkap), Resmi Disahkan DPR

Menjelang datangnya bulan puasa tahun 2018 telah terjadi aksi teror dimana-mana. Dimulai dari penyerangan Napi Terpidana Teroris (Napiter) terhadap Kepolisian di Mako Brimbob, Depok, Jakarta. Kemudian bom muncul di kota Surabaya, Jawa Timur yang menyerang tempat ibadah umat kristen/ nasrani.
Rentetan aksi terorisme tersebut dibelakangnya adalah ISIS. Mereka mendapatkan desakan untuk jihad di negerinya masing-masing setelah pasukan ISIS di Suriah terdesak mundur. Kejamnya lagi aksi teror di Surabaya melibatkan istri dan anak-anaknya.
Tidak mau kecolongan untuk yang kesekian kalinya, Presiden mendesak DPR untuk segera merampungkan dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Terorisme yang diajukan pemerintah tahun 2016 yang lalu.
Tidak segera disahkannya RUU Terorisme karena ada kepentingan politik di sana. Desakan Presiden dan Masyarakat yang begitu kuat untuk segera merampungkan RUU akhirnya disahkan juga pada hari Jumat 25 Mei 2018.
Dengan disahkannya UU Terorisme membuat Presiden tidak mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-undang (PERPU) Terorisme. Berikut ini adalah ISI UU Terorisme tahun 2018.
Penanganan teroris yang selama ini diserahkan Densus 88, kini telah melibatkan unsur TNI di dalamnya. TNI telah membentuk Komando Operasional Khusus Gabungan (KOOPSSUSGAB) yang siap ditugaskan jika negara dalam keadaan genting menghadapi terorisme.
Poin Penting dari UU Terorisme Tahun 2018
A. Kriminalisasi baru terhadap berbagai rumus baru tindak pidana terorisme seperti jenis bahan peledak, mengikuti pelatihan militer atau paramiliter atau latihan lain baik di dalam negeri maupun luar negeri dengan maksud melakukan tindak pidana terorismeB. Pemberatan sanksi terhadap pelaku tindak pidana terorisme baik permufakatan jahat, persiapan, percobaan dan pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme
C. Perluasan sanksi pidana terhadap korporasi yang dikenakan kepada pendiri, pemimpin, pengurus, atau orang-orang yang mengarahkan kegiatan korporasi
D. Penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk memiliki paspor dalam jangka waktu tertentu
E. Keputusan terhadap hukum acara pidana seperti penambahan waktu penangkapan, penahanan, dan perpanjangan penangkapan dan penahanan untuk kepentingan penyidik dan penuntut umum serta penelitian berkas perkara tindak pidana terorisme oleh penuntut umum
F. Perlindungan korban tindak pidana sebagai bentuk tanggung jawab negara
G. Pencegahan tindak pidana terorisme dilaksanakan oleh instansi terkait seusai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan BNPT
H. Kelembagaan BNPT dan pengawasannya serta peran TNI.
Selain itu, terdapat rumusan fundamental yang strategis dari hasil masukan berbagai anggota Pansus bersama Panja pemerintah.
A. Adanya definisi terorisme agar lingkup kejahatan terorisme dapat diidentifikasi secara jelas sehingga tindak pidana terorisme tidak diidentikkan dengan hal-hal sensitif berupa sentimen terhadap kelompok atau golongan tertentu tapi pada aspek perbuatan kejahatannya
B. Menghapus sanksi pidana pencabutan status kewarganegaraan. Hal ini dikarenakan sesuai universal declaration of human right 1948 adalah hak bagi setiap orang atas kewarganegaraan dan tidak seorang pun dapat dicabut kewarganegaraannya secara sewenang-wenang atau ditolak haknya untuk mengubah kewarganegaraannya
C. Menghapus pasal yang dikenal oleh masyarakat sebagai pasal Guantanamo yang menempatkan seseorang sebagai terduga terorisme di tempat atau lokasi tertentu yang tidak dapat diketahui oleh publik
D. Menambahkan ketentuan mengenai perlindungan korban tindak pidana terorisme secara komprehensif mulai dari definisi korban, ruang lingkup korban, pemberian hak hak korban yang semula di UU 15/2003 hanya mengatur kompensasi dan restitusi saja. Kini dalam UU Tindak Pidana Terorisme yang baru telah mengatur pemberian hak berupa bantuan medis rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, santunan bagi korban yang meninggal dunia, pemberian restitusi dan pemberian kompensasi
E. Mengatur pemberian hak bagi korban yang mengalami penderitaan sebelum RUU Tindak Pidana Terorisme ini disahkan. Artinya bagi para korban sejak bom Bali pertama sampai Bom Thamrin
F. Menambahkan ketentuan pencegahan. Dalam konteks ini, pencegahan terdiri dari kesiapsiagaan nasional kontraradikalisasi dan deradikalisasi
G. Memasukkan ketentuan bahwa korban terorisme adalah tanggung jawab negara
H. Melakukan penguatan kelembagaan terhadap BNPT dengan memasukkan tugas, fungsi, dan kewenagan BNPT
I. Menambah ketentuan mengenai pengawasan yang dibentuk dan terdiri dari anggota DPR
J. Menambah ketentuan pelibatan TNI yang dalam hal pelaksanaannya akan diatur dalam Peraturan Presiden dalam jangka waktu pembentukannya maksimal 1 tahun setelah UU ini disahkan
K. Mengubah ketentuan kejahatan politik dalam Pasal 5, di mana mengatur bahwa tindak pidana terorisme dikecualikan dari kejahatan politik yang tidak dapat diekstradisi. Hal ini sesuai ketenuan UU 5/2006 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman Oleh Teroris
L. Menambah pasal yang memberikan sanksi terhadap aparat negara yang melakukan abuse of power.